Burung Kecil Bersarang di Pohon (Kuntowijoyo)
Cerita ini berkisah tentang seorang guru besar ilmu Tauhid sebuah universitas, berawal dari perjalanan sang guru besar menuju masjid untuk menuanaikan shalat jumat. Ia memakai baju putih, peci dan sarung yang bersih. Kebetulan pula ia yang menjadi khatib sekaligus imam di kesempatan jumat itu. Karena letak masjid cukup jauh, sang guru besar harus berangkat agak awal. Di perjalanannya menuju masjid, ia melewati sebuah pasar yang hiruk-pikuk, seolah tak peduli bahwa hari itu hari jumat. Di jalan pasar itulah pikiran sang guru besar ilmu Tauhid tersebut berkecamuk. Pikirannya dipenuhi prasangka buruk kepada para pedagang. Bagaimana mungkin bisa disebut beragama para pedagang tersebut; jika pada hari jumat saja tidak bisa memenuhi panggilan Tuhan. Untuk beberapa saat pikirannya terbenam terhadap kelakuan para pedagang yang tak mengindahkan hari mulia tersebut. Kutukan dan rutukan menyumbat pikirannya. Sang guru bukannya tidak berusaha mencari alasan logis untuk setidaknya agak memihak kondisi pedagang yang tak bisa meninggalkan dagangannya untuk shalat jumat. Namun seiring itu pula sikap negatif muncul lebih kuat. Kesimpulannya, orang pasar tersebut tidak tahu agama, dan mereka harus diberi PERINGATAN.
********
Namun, tak lama kemudian di sisi lain, perhatiannya teralih kepada seorang bocah yang sedang menangis karena tidak bisa mengambil sarang burung di pohon. Entah kenapa hatinya tertarik mendekati bocah malang itu. Tanpa ia sadari ia telah berlama-lama dengan sang bocah—hanya untuk menolong bocah tersebut mengambil sarang burung sekaligus menangkap induk burung. Pertemuan sang guru besar dengan bocah tersebut melemparkannya ke ingatan masa lalu. Sejenak ia merasa seperti kanak-kanak lagi. Bersama sang bocah itu pula ia seperti menemukan lorong waktu. Ia kembali merasakan masa kanaknya yang BAHAGIA. Hanya satu yang tidak ia ingat. HARI ITU HARI JUMAT. Dan ia telah mengotori pakaiannya dan terlambat menunaikan ibadah shalat jumat. Sesampainya di masjid para jamaah sudah berhamburan keluar. Ia telat total. Mata tajam para jamaah menusuk tepat di matanya. Segera ia merasa mata-mata tersebut menghukum dan mengadilinya. Ia seorang guru besar. Orang terpandang karena ilmunya yang dalam. Tapi apakah pantas orang seperti itu bisa telat jumaatan apalagi sewaktu mendapat giliran menjadi khatib dan imam!!!!!
*********
Sang guru besar itu seperti menelan sendiri pikirannya terhadap orang pasar tadi. Bagaimanapun, tadi, ia telah menghakimi orang pasar yang tidak tahu agama karena tidak bersegera menjalankan ibadah shalat jumat. Dan kini, para jamaahnya, lewat mata mereka, menghukum keterlambatannya. Ia malu pada orang-orang yang mungkin akan mencemoohnya. Ia ingin masuk ke dalam masjid sendirian dan salat sendirian. Tiba-tiba PIKIRAN ANEH muncul di kepalanya, jangan-jangan anak itu penjelmaan SETAN yang tugasnya menggoda manusia di jalan TUHAN. Ia merasa takut dimurkai oleh Tuhan, padahal baru saja ia merasakan suatu perasaan berbeda bersama anak kecil itu, perasaan bahwa ia bekerja keras, bahwa ia baru saja merasa menjadi “MANUSIA” dalam arti sebenarnya bersama anak kecil itu, YANG KINI MUNCUL SEBAGAI BAYANGAN SETAN……………………………
************
Nah pernahkah sobat-sobat menjumpai godaan-godaan manis ketika kita mencoba (bersungguh-sungguh) menjalankan syariat-Nya?......bertemu dengan si CUTE DEVIL????.............................atau malahan kita termasuk orang-orang yang menyalahkan campur tangan “ilmu gaib” dalam khilaf yang telah kita lakukan?
>>>>>Ya Allah, jangan biarkan kami lelah mengharapkan rahmat & karunia-Mu………tempalah karakter kami menjadi orang yang beriman dan mengikuti jalanMu, biarkan kami bersyukur & iklas dalam menjalani masa sulit kami, serta berilah kami kesempatan untuk memperbaiki diri dalam keterbatasan yang dimiliki.
***************
Everything has its reason but the meeting doesn’t need a reason…it’s only a fate.